Entah
sejak kapan, aku tak pernah tahu pastinya. Entahlah, kini aku selalu menantikan
kedatangannya. Menantikan senja. Teramat sangat berbeda dengan aku yang dulu yang
tak pernah peduli akan kedatangannya. Tak pernah sekalipun aku bayangkan, bagaimana
senja bisa merenggut hatiku seperti ini. Senja dikala itu, senja yang begitu
indah. Langit merah, bau kota di kala itu, dan aku masih mengingatnya dengan
jelas. Hamparan rumput hijau, suara kendaraan yang hilir mudik, teriakan
anak-anak yang sedang bermain, pedagang kaki lima, dan orang-orang yang melepas
penat menikmati senja, semua itu masih tergambar jelas di mataku. Aku begitu
menikmati senja itu, meski singkat dan kemudian dia menghilang. Meninggalkanku
dan berganti dengan kegelapan malam.
Senja
di kala itu, saat pertama kali aku melihatnya. Mengenalnya dan mendengar
tawanya. Ya, dia yang kemudian perlahan merenggut perhatianku. Dia seperti
senja, begitu menyejukkanku saat aku telah lelah menghadapi panas teriknya
siang. Dia seperti senja, kala matahari telah menuju peraduannya. Aku masih
dapat merasakan kehangatan sinarnya, meski telah meredup. Dia memberikanku
keberanian untuk menatap pekatnya malam.
Ah,
pikiranku menerawang entah kemana. Entahlah begitu banyak hal yang berputar di
dalam kepalaku saat aku mendengar celotehannya. Aku tak pernah bosan, mungkin
tak akan pernah bosan. Aku akan merindukan candanya, merindukan senyumnya, sama
seperti aku merindukan senja saat aku menghabiskan malam, menunggu bergantinya
hari. Entah mengapa begitu besar pesonanya, padahal aku tahu tak ada terangnya
sang surya, tak juga ada indahnya cahaya bintang dan bulan. Tapi, tetap saja dia
telah mengalihkan duniaku, merenggut hatiku, dan menghidupkan mimpi-mimpiku.
Dia tak
pernah tahu, mungkin tak akan pernah tahu aku begitu mengaguminya. Meski
terkadang aku ingin mengatakannya, mengatakan bahwa aku begitu mengaguminya.
Mengatakan bahwa begitu ingin aku mendengar candanya di setiap hariku. Dia yang
membuatku selalu menyunggingkan senyum di bibir kecilku. Aku pun terkadang
ingin bertanya, bagaimana caranya merenggut hatiku. Aku telah larut dalam
dunianya. Senja yang begitu elok.
Begitu
singkat, itulah yang dapat aku rasakan. Ya, karena dia adalah senja. Singkat
namun tetap melekat erat di pikiranku. Aku telah terpesona olehnya. Aku
merindukan senja. Aku ingin melihatnya lagi, senja yang sama. Disini, di tempat
yang sama aku menanti kedatangannya. Membunuh waktu, membunuh rasa
keingintahuanku, dan setia menantinya, menanti senja yang aku kenal. Aku
berharap bisa menemukannya, di pinggir kota ini. Aku bisa melihat hilir mudik
kendaraan, canda tawa anak-anak yang sedang bermain, pedagang kaki lima yang
sama. Namun, aku tak dapat menemukannya lagi. Masih terbersit harapan di hatiku
untuk tetap menunggunya. Tapi, sang surya semakin meredup dan menghilang,
berganti dengan dinginnya malam. Sama seperti dia yang kemudian menghilang.
Huh,
aku pergi meninggalkan angan-anganku, kembali ke dunia nyataku. Kenapa aku
mesti takut ketika senja menghilang? Kenapa aku harus menantinya dan berharap
dia tahu apa yang selama ini aku rasakan? Bukankah aku hanya rumput liar? Tak
pantas disandingkan dengan keelokan langit senja.
19.01.13
*) This
story is dedicated to someone who ever touched my heart. (Cok).
***
No comments:
Post a Comment