Lihat,
cahayanya begitu indah di pekatnya malam. Begitu menyejukkan di panasnya hari. Aku
tak tahu bagaimana jadinya jika tak ada dia, aku takut teramat sangat takut
menatap gelapnya malam. Kegelapan yang seakan-akan ingin menelanku bulat-bulat.
Aku tak tahu bagaimana jadinya jika tak ada dia, aku takut teramat sangat takut
menantang panasnya dunia yang seakan-akan ingin melenyapkanku seketika. Tak
tahu harus seperti apa aku mengucap syukur pada penguasa alam, aku tak pintar
merangkai kata-kata untuk mengucap syukur pada-Nya. Kenapa? Apakah terdengar
begitu berlebihan? Begitulah adanya, aku memang takut. Dia selalu ada untuk ku.
Tak terkira kasih sayangnya pada ku. Cahayanya memang tak seindah cahaya bulan
dan bintang di gelap malam. Juga, tak sehebat sinar sang surya di siang hari.
Namun, cahayanya menyejukkanku dan menemaniku setiap saat di hari-hariku.
Apa
gunanya cahaya bulan, jika nanti dia juga akan menghilang. Duniaku akan gelap
kembali. Apa gunanya juga indahnya beribu cahaya bintang, jika mereka juga
sering bersembunyi di balik pekatnya awan hitam. Apa juga gunanya aku berharap
pada sinar matahari, jika kemudian dia meniggalkanku ketika hari berganti
malam. Iya benar, aku mengakui keagungan mereka, namun aku lebih mencintai dia.
Cahaya itu. Cahaya yang ada di dirinya. Cahaya yang tak akan pernah redup.
Cahaya yang tak akan pernah mati. Cahaya itu adalah dia. Hidupku, dia adalah
hidupku. Cahaya yang selalu menerangiku. Cahaya yang tanpa kenal lelah
menerangiku. Cahaya yang rela mengorbankan segalanya untuk memberikan kesejukan
dan kehangatannya padaku. Untuk hidupku.
Hai cahayaku!
Lihatlah aku, disini. Aku disini menemanimu. Tidakkah kau lelah menerangiku?
Tidakkah kau takut pada kegelapan di sekelilingku? Lihatlah aku, aku disini,
disampingmu. Menemanimu. Tak akan pernah meninggalkanmu. Tak akan pernah.
Karena kau adalah hidupku.
-NoveJuly-
No comments:
Post a Comment