Apakah
kau tahu siapa aku? Tidak? Tak terlintaskah di pikiranmu untuk mengetahui siapa
aku? Heh… lihat, kau bisa melihatku dengan jelas, bukankah aku ini nyata?
Tidak? Kau masih tidak bisa melihatku? Baiklah, perkenalkan aku adalah gelas. Hmm…
Kenapa? Kau tak percaya? Kau meragukanku? Ya, aku memang gelas, harus seperti
apa aku meyakinkanmu. Aku adalah gelas, seperti itulah orang-orang memanggilku.
Disini,
di tempat ini aku menghabiskan waktuku. Sudah hampir setahun. Awalnya, aku tak
mengerti apa pun, aku hanya menjalani hari seperti apa adanya. Pasrah? Ya,
mungkin bisa dikatakan seperti itu, aku pasrah. Tak ada yang berbeda di setiap
hari yang aku rasakan. Semua sama saja. Namun, semua itu perlahan berubah
seiring dengan perhatiannya pada ku. Kau tahu siapa dia? Tidak? Hmm, aku tak
bisa mengatakannya, baiknya kita panggil saja dia pria tanpa nama.
Mungkin
inilah yang disebut kehidupan. Begitu indah, senyuman dan tawa yang selalu ada
sejak dia ada di hari-hariku. Begitu besar perhatiannya padaku, dan membuatku
kemudian bertanya, apakah dia peduli padaku? Huh, kemudian aku menyadari bukan
itu yang hendak aku ketahui. Bukan, bukan rasa peduli. Apakah dia menyukaiku?
Hmm, bukan, bukan pertanyaan itu juga yang ingin aku ketahui jawabannya. Bukan.
Pikiranku kemudian menerawang, apakah dia menyayangiku seperti aku yang kini
sudah mulai menyayanginya? Ya, itulah yang ada di benakku saat ini. Sungguh,
aku ingin mengetahui arti perhatiannya kepada ku.
Tapi,
aku hanyalah sebuah gelas. Bagaimana mungkin aku bisa menanyakan hal itu
padanya. Itu mustahil. Simpan saja semua pertanyaan ini, ya begitulah hatiku
meyakinkanku. Kenyataannya, aku memanglah hanya sebuah gelas, aku menemani
hari-harinya, namun aku tak bisa mengatakan sepatah kata pun padanya. Di tempat
yang sama, aku hanya bisa termenung, memikirkan entah apa.
“Sadarilah
siapa dirimu, jangan bodoh!” kata piring padaku. Dia mengagetkanku dan
membuatku tersadar dari lamunanku.
“Sudahlah,
aku tak mau mendengar kata-kata mu!” jawabku singkat.
“Kau
memang keras kepala, apa yang kau harapkan? Bangunlah dari tidurmu! Aku bosan
melihatmu seperti ini!” piring meninggikan nadanya dan membuat perasaanku
semakin tak menentu.
“Dia
peduli padaku, dia akan selalu ada bersamaku, itulah yang aku yakini!” aku
mempertahankan pendapatku.
“Hei,
sadarkan dirimu, kau seharusnya tahu siapa dirimu. Gelas, kau hanyalah sebuah
gelas. Lihat dimana sekarang kau berada. Bukankah dia hanya akan datang saat
dia memerlukanmu? Kemudian apa yang dia lakukan setelah itu? Menyimpanmu di rak
itu dan menguncimu disana. Aku rasa kau tak terlalu bodoh untuk menyadari apa
yang telah kau alami. Jika kau tak mengerti juga, aku pastikan kau adalah gelas
terbodoh yang pernah aku temui.” Piring berkata panjang lebar. Aku hanya
terdiam mendengar semua ucapannya.
“Tak
usah bersedih, aku mengerti perasaanmu.” Kata Mangkuk yang sedari tadi hanya
diam melihatku.
“Bukankah
kau istimewa, bukankah kau menyebut dirimu wine
glass? Sudahlah, bukankah kau tak sama seperti gelas-gelas yang lain.”
Lanjut Mangkuk yang berusaha menenangkanku. Entahlah, aku tak tahu harus
berkata apa. Sendok dan garpu menatapku, seakan-akan mereka tahu kepahitan yang
kini aku rasakan. Aku masih terdiam, tanpa kata.
Aku
merindukan dia yang dulu. Sungguh. Namun kenyataan yang ada membuka mataku dan
menyadarkanku. Aku hanyalah gelas yang kini tersimpan rapi di rak miliknya. Ya,
aku tidak terlalu bodoh untuk tahu bahwa dia akan datang saat dia membutuhkanku
saja. Kemudian, melupakanku saat dia tak menginginkanku lagi. Tapi tetap saja,
aku hanya sebuah gelas. Aku tak bisa mengatakan apa yang aku rasakan,
kepedihanku. Dia tak akan pernah tahu. Yang dia tahu hanyalah aku akan selalu
ada di tempat ini saat dia membutuhkanku. Dia tak pernah tahu kini aku telah
berselimut debu. Yang dia tahu, aku adalah gelas yang kuat yang akan selalu ada
untuknya. Bukankah aku ini adalah kaca?? Bisa remuk juga ketika aku sudah muak
menghadapi benturan demi benturan dari kenyataan ini.
-NoveJuly-
Cool! U should be pro :)
ReplyDelete